Penanaman Nilai Fungsionalitas
&
Program Pemberdayaan Perpustakaan
Penanaman Nilai-nilai Fungsionalitas Perpustakaan pada Individu
Agar perpustakaan bisa bertahan dan terus memiliki nilai kegunaan bagi masyarakat di sekitarnya, harus ada penanaman nilai-nilai fungsionalitas perpustakaan yang ditanamkan sejak dini pada individu. Berbagai kegiatan dari komunitas-komunitas literasi seperti story telling pada anak-anak harus dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai sejak dini. Selain itu juga, yang perlu ditanamkan juga adalah pemahaman long-life education, dimana pendidikan dan pembelajaran tidak akan berhenti pada suatu titik.
Untuk mendukung peran perpustakaan sebagai pusat dari pendidikan seumur hidup ( life-long education atau life-long learning) maka perpustakaan dapat menghimpun bahan-bahan bacaan yang bersifat bimbingan ke arah penerapan teknologi tepat guna. Dengan demikian masyarakat dapat mengembangkan kemampuannya (skill) serta pengetahuannya yang dapat dijadikan nilai tambah (added value) terhadap kualitas hidupnya.
Perpustakaan juga dapat berperan sebagai penghubung (liason) antara pakar teknologi tepat guna dengan masyarakat pengguna yang membutuhkan bimbingan teknis. Bentuk bimbingan tersebut bisa dalam bentuk kelompok belajar bersama atau adanya ruang konsultasi bagi pengguna yang membutuhkan informasi sehingga komunikasi dapat terjalin antara pakar, pustakawan dan masyarakat.
Apabila hal-hal tersebut bisa ditanamkan dengan baik maka nanti selanjutnya kita akan menuai hasil yang ditanam yaitu kesadaran untuk membaca dan kesadaran untuk terus belajar.
Kesadaran untuk membaca tidak hanya berarti membaca buku ataupun koleksi bahan pustaka di perpustakaan saja. Tetapi juga membaca dalam pengertian luas yaitu, membaca perubahan zaman, membaca perkembangan pemikiran masyarakat, membaca kondisi sosiologis masyarakat setelah terbentuknya masyarakat informasi.
Kesadaran belajar terus menerus akan menimbulkan suatu pemahaman-pemahaman, dan pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Dengan belajar memahami sesuatu, individu akan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
Dengan hadirnya gerakan literasi lokal yang cukup membantu memulihkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan terhadap perpustakaan, posisi perpustakaan tidak lagi berada di luar masyarakat. Tidak perlu ada lagi jarak antara perpustakaan dengan masyarakat sehingga tidak diperlukan lagi suatu’jembatan’ untuk menghubungkannya.
Perpustakaan akan menjadi bagian dari masyarakat , dimana kontribusi perpustakaan terhadap masyarakat akan di bahas dengan perhatian dan sense of belonging terhadap perpustakaan.
Kesadaran ini juga perlu mendapatkan perhatian pemerintah maupun pihak swasta. Pada dasarnya pendidikan adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara. Dengan demikian, pemerintah harus menyediakan berbagai fasilitas pendukung untuk melaksanakan amanat tersebut.
Partisipasi pihak swasta pun diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan dari masyarakat. Selain itu juga, partisipasi pihak swasta dalam penyediaan fasilitas perpustakaan umum dan pemberdayaan masyarakat merupakan salah bentuk dari corporate social responsibility.
Keterlibatan media baik media cetak maupun media elektronik diperlukan untuk memberikan wacana dan pemahaman terhadap pentingnya fungsi keberadaan perpustakaan di tengah masyarakat.
Media juga turut berperan serta dalam perkembangan taraf berfikir masyarakat. Terpaan media yang berjalan terus menerus menyebabkan masyarakat kehilangan orientasinya. Akibatnya, budaya baca dan minat baca masyarakat menjadi berkurang dengan hadirnya berbagai teknologi media.
Pengaruhnya adalah munculnya budaya instan. Namun, munculnya budaya instan ini tidak diikuti dengan berkembangnya pemahaman dan taraf berfikir masyarakat sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas untuk mencapai tujuannya.
Agar tujuan-tujuan masyarakat mampu dicapai dengan tidak mengorbankan budaya baca dan perkembangan minat baca masyarakat maka media harus lebih arif dalam mensiasati dan merangsang audiensinya untuk memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya pemanfaatan perpustkaan. Minimal, media dapat memberikan pemahaman bahwa kehadiran perpustakaan tidak lepas dari keberadaan masyarakat itu sendiri.
Apabila elemen-elemen ini mampu bersatu dengan masyarakat disekitarnya maka terbentuknya suatu masyarakat yang cerdas dan siap bersaing menghadapi tantangan dunia global.
Pemberdayaan Perpustakaan Umum
Kita semua tahu bahwa yang namanya perpustakaan (lebih khusus lagi perpustakaan umum) di Indonesia masih sangat miskin fasilitas maupun bahan bacaan. Kalaupun ada koleksinyapun sudah banyak yang kedaluarsa sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pemakai. Jumlah perpustakaannya belum memadai bila dibandingkan dengan penduduk Indonesia. Menurut Perpustakaan Nasional RI di Indonesia terdapat 2.473 perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Jumlah tersebut terdiri dari 26 Perpustakaan Daerah tingkat I 1, 272 perpustakaan umum daerah tingkat II, 179 perputakaan keliling, 167 perpustakaan umum tingkat kecamatan, dan 1.829 perpustakaan umum tingkat desa. Perpustakaan-perpustakaan tersebut melayani lebih dari 200 juta penduduk indonesia yang tersebar di seluruh indonesia ( kira-kira 1 perpustakaan untuk 2 kabupaten/kota atau 1 perpustakaan untuk 22 kecamatan atau 1 perpustakaan untuk setiap 36 desa). Dari angka tersebut dapat kita simpulkan bahwa perpustakaan kita masih sangat sedikit untuk dapat melayani masyarakat. Selain jumlahnya yang belum memadai, sarana dan prasarana dari perpustakaan yang ada masih sangat miskin , khususnya dari aspek koleksinya.
Salah satu cara yang harus kita lakukan untuk membuat perpustakaan kita tidak kesepian adalah dengan melakukan pembinaan fasililtas dan koleksi perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpsutakaan harus diusahakan selalu baru. Penataan ruangan dibuat semenarik mungkin. Bahkan kalau perlu ditata meniru penataan ruangan di toko-toko swalayan. Kebiasaan orang indonesia adalah membaca dengan suasana santai, karena itu penataan ruang baca juga harus dibuat sesantai mungkin dengan kursi dan meja yang juga memberikan kesan santai. Hindari bentuk meja dan kursi yang berkesan formal seperti persegi panjang dengan penempatan yang berjajar lurus. Petugas perpustakaan juga harus tampil rapih dan bersih dengan senyum yang menandakan bahwa ia siap melayani pengguna. Perpustakaan umum di Singapora bahkan sering mengadakan pementasan berbagai jenis musik (life musik). Barangkali dengan penataan dan acara-acara yang diadakan oleh perpustkaan akan mengundang para remaja untukl “nongkrong” di perpustakaan, tidak lagi di mal-mal atau swalayan. Bila perlu di perpustakaan umum dibuat seksi penyewaan film vidio, laser disc, compact disc audio, Vidio CD dan DVD, serta kaset lagu-lagu dan sebagainya. Tentu saja koleksi yang disewakan harus lolos sensor. Selain itu perpustakaan harus gencar melakukan promosi perpustakaan. Bahkan kalau perlu setiap periode tertentu, misalnya seminggu sekali, mengadakan pemutaran film gratis.
Dengan penataan dan program demikian saya yakin perpustakaan tidak akan kesepian lagi. Barangkali juutru akan dijadikan tempat alternatif untuk rileks da mencari bahan-bahan untuk hiburan. Bukankah salah satu fungsi perpustakaan adalah sebagai tempat untuk mencari hiburan.
No comments:
Post a Comment