Monday, July 1, 2019

Cerpen


Lelakiku Lelaki Ibuku
Oleh Agus Yulianto


Maafkan aku sayang…
Aku khilaf  telah melakukan itu padamu
Aku sangat mencintaimu
Aku tidak akan berhenti untuk meraih cintaku kembali

Sebuah pesan singkat yang setiap hari kau kirim padaku. Muak aku membacanya. Aku banting ponsel pemberianmu itu. Aku menangis di sudut kamar kecilku. Aku sungguh tidak percaya akan semua itu. Kau biadab! Perbuatanmu tak lebih dari seorang gigolo jalanan.
            Hubunganku dengan Dion sudah berakhir semenjak aku tahu drama perselingkuhannya. Perselingkuhan yang menyayat hatiku. Semenjak kejadian itu aku tidak bisa memaafkannya. Kau menodai cinta suci yang aku berikan tulus padamu. Aku menangis dan meratap pilu. Menyesal sungguh aku mengenalmu.

***
 Ibu memang wanita yang pandai merawat diri. Di usia yang ke 40 tahun masih terlihat cantik dan energik. Semenjak berpisah dengan ayah, ibu banyak menghabiskan waktunya diluar. Kumpul sama teman-temannya; arisan, jalan-jalan ke mall bahkan sempat liburan selama satu bulan ke pulau Dewata.  Kecantikan yang dimiliki ibu memukau setiap mata lelaki. Ibu kelihatan lebih muda bahkan kalau disejajarkan dengan diriku seperti kakak adik.  
Pada suatu hari tepatnya malam minggu. Aku sengaja jalan-jalan sendiri ke Paragon Mall. Menikmati malam minggu tanpa seorang kekasih. Biasanya aku habiskan waktu malam minggu bersama Dion, lelaki yang sudah setahun ini mengisi hari-hariku. Hubungan kami sangat romantis. Ketika mata ini sedang menikmati keramaian di setiap sudut mall. Ada sebuah pemandangan yang membuat mulut ini terbungkam. Bahkan membuat hati ini pecah berkeping-keping. Sebuah pemandangan yang tidak wajar. Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Namun setelah aku amati tidak salah lagi kalau yang aku lihat benar apa adanya. Dion dan ibuku bergandengan mesra. Layaknya sepasang kekasih. Aku perhatikan begitu banyak barang belanjaan yang mereka bawa. Aku sudah tidak kuat melihat adegan mesra itu. Kaki ini lemas tak sanggup melangkah. Mata ini terasa kabur. Kepala seakan berputar-putar. Mata mulai tak sanggup menahan bendungan air mata. Aku mencoba berdiri tegak dan meninggalkan mall ini.
***
Di sepanjang perjalanan pulang aku hanya menangis. Hingga sopir taksi bingung dengan sikapku.  
“Mbak, mau turun dimana,” tanya sopir taksi dengan nada penuh ke hati-hatian.
Hanya suara tangisku yang terdengar. Sopir taksi bingung melihat diriku yaang tidak berhenti menangis. Aku seka air mata. Menguatkan hati ini. Aku berharap semua ini hanyalah mimpi. Tapi, tidak mungkin mimpi. Jelas sekali apa yang aku lihat di mall. Malamku hancur, tidak aku temukan kebahagiaan di malam minggu ini.
“Turun di perumahan Lawu Asri blok 11, Papahan Karanganyar, ya, pak,” jawabku yang masih sesenggukan.
Setelah sampai di rumah. Aku langsung menuju kamar. Aku menjatuhkan tubuh ini dalam tempat tidur. Air mata semakin deras mengalir.  Kenyataan yang belum dapat diterima. Aku bangun dari tempat tidur. Berdiri tegak sambil memandang foto Dion yang terpasang di dinding kamar. Aku ambil bingkai fotonya lalu ku banting. Pecah, remuk. Aku maki-maki foto itu. Hingga diri ini terduduk lemah. Meratap pilu terhadap semua kejadian malam ini.  Sebuah petaka  yang tidak akan terlupakan seumur hidupku.
Ibu yang menjadi panutan dalam hidupku telah berjalan mesra dengan pacarku  seperti sepasang kekasih. Hancur melihat kemesraan itu. Kenapa ibu tega pada diriku, anaknya?
***

Malam sekitar pukul 24.00. Suara mobil sedan memasuki pelataran rumah. Aku lihat dari balik tirai jendela kamar. Ibu balik sendiri tanpa Dion. Bahkan barang belanjaanya tidak di bawa sama sekali. Ibu masuk rumah dengan wajah sumringah. Aku menangis melihat perangai ibu yang begitu kejam. Dosa apa yang sebenarnya aku lakukan pada ibu. Hingga dia tega melakukan semua ini padaku.  Seharusnya dia paham bahwa lelaki itu kekasihku. Apakah tidak ada lelaki di dunia ini selain Dion? Hati ini menjerit.
Seketika ibu masuk ke dalam kamarku. Pintu  lupa tidak dikunci. Melihat kondisi kamar yang berantakan membuatnya kaget. Wajahnya cemas melihat kondisiku yang acak-acakan.
“Apa yang terjadi dengan dirimu San?” tanyanya  sambil memegang wajahku. Aku hanya menangis. Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan tentang pemandangan yang aku lihat di mall.
“Coba jelaskan pada ibu,”
“Tidak ada yang harus Sani jelaskan. Seharusnya ibu sudah tahu,”
“Maksud kamu apa? Ibu tidak mengerti dengan semua ini,”
Aku mencoba melepaskan tangan ibu yang memegang wajahku. Sebuah jarak ku ambil perlahan untuk menjauh darinya. Tangan ibu mencoba merengkuhku. Tapi aku tak menghalaunya.
“Bicarakan pada ibu San, masalah apa yang kamu alami.”
“Ibu pembohong. Ibu tega melakukan semua itu pada Sani.” Suaraku mulai meninggi. Melihat reaksiku ibu kaget. Dia masih tidak paham dengan semua ini.
“Maksud kamu berkata itu apa...” air mata wanita yang berhiaskan untaian emas di lehernya mulai menetes. Aku perlihatkan sebuah foto kemesraannya dengan Dion melalui smarphoneku.
“Ibu tega sekali melakukan semua itu padaku. Kenapa?” air mataku bercucuran begitu deras. Suaraku mulai serak. Aku banting Vas bunga yang ada di meja riasku. Melihat sikapku yang semakin memberontak ibu terlihat khawatir. Ibu mencoba menenangkan diriku. Mencoba menghirup nafas dalam-dalam dan ingin merangkulku. Tapi, aku mencoba menghindari pelukan ibu. Akhirnya, ibu tersadar dengan perkataanku. Matanya terpejam sejenak. Merenungi apa yang dia lakukan malam ini.
“Maafkan ibu, San...”
Aku minta ibu menjauhiku. Wanita itu akhirnya keluar dengan langkah yang begitu berat seakan tidak rela meninggalkanku sendiri.  Aku tutup pintu rapat degan diiringi suara jedoran pintu yang keras.
“ Sani…buka pintunya. Ibu mau bicara sebentar sama kamu,” suara itu terdengar dari luar kamarku.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan. Semua sudah terlihat dengan jelas. Ibu tega melakukan semua itu pada anak sendiri.”  Aku hanya menangis sekeras-kerasnya.
“Maafkan ibu, San..” suara wanita itu terdengar lirih bercampur suara isak tangis.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan...” Aku abaikan permintaan maaf ibu. Ibu sudah menggores hati ini begitu dalam.
 Pintu kamar masih tertutup. Wanita itu akhirnya pergi meninggalkan aku sendiri. Aku masih menikmati air mata piluku.
Tubuh ini terasa lelah. Aku terlelap dalam dekapan malam yang menyisakan luka.
***
           
Pagi seharusnya bisa aku nikmati. Tapi udara-udara yang sejuk ini menjadi hambar.   Tidak ada semangat dalam menjalani alur hidup ini. Sebuah drama yang begitu menyayat jantung.
Aku masih malas untuk bersuara. Ibu mendekatiku. 
“Bukan maksud Ibu merusak hubungan kalian berdua”  Perempuan setengah baya itu  bersimpuh di depanku. Suara isak  tangisnya membuat hatiku semakin terenyuh. Aku hanya diam. Tatapanku kosong.
“Lalu, kenapa ibu tega merebut Dion dari kehidupan anak ibu sendiri?”
“Maafkan ibu..
            “Aku minta kau kembali pada Dion, dia anak yang baik , sangat sayang padamu. Maafkan Ibu, San…” aku masih diam seribu bahasa. Telinga ini menjadi tuli, hati ini menjadi mati, bibir ini terpaku.  Sungguh luka tak sekedar luka yang aku rasa. Perempuan itu memeluk erat tubuhku. Mengusap air mataku. Mencium keningku. Tapi, tak aku rasa barang sedikit pun. Semua telah mati rasa. 
Bayangan wanita yang menyusui waktu kecilku dulu perlahan menjauh dari hadapanku. Suara deru mobil sedan juga turut serta meninggalkanku. Melaju kencang membawa ibu entah kemana. Air mata ini menetes perlahan. Hatiku berkata jangan pergi ibu.  
                                                                  ***

Kebun Teh, Kemuning           
“Beginilah hidupku sekarang,” tuturku pada lelaki itu. Aku ceritakan semua kisahku dengan Ibu. Semua memang sudah terjadi. Dan kini, aku tidak tau keberadaannya.
“Aku ingin kembali padamu San,..” pintanya padaku.
Semenjak kepergian ibu,  Sani menjadi wanita yang keras terhadap setiap lelaki. Begitu banyak lelaki ingin mendapatkan hatinya.. Tapi masih diselimuti rasa ketakutan.  Ketika hal itu akan terlukis kembali dalam kisah cintanya.
             “ Kau tau betapa dalamnya aku mencintaimu....
Aku melihat sekilas wajah Dion  ada semburat kesungguhan untuk kembali merajut cinta yang telah rapuh. 
            “Aku akan kembali padamu Dion, asalkan kau dapat bawa kembali Ibuku?” pintaku padanya.
Seketika itu aku pergi dari hadapannya. Meninggalkan nuansa hijau semerbak harum teh. Cinta itu membuat aku harus kehilangan segala-galanya. Orang yang berarti dalam kehidupanku kini pergi entah kemana. Namun, aku akan terus mencarinya sampai kapan pun. Meski hati ini telah terluka, tapi aku tetap menyayanginya.
            Udara dingin menyengat kulitku. Syall yang dulu dirajut ibu aku kenakan untuk menutupi leher yang mulai diserang udara dingin.  Kehangatan beigutu terasa seperti dalam pelukannya.  Hati ini masih menyimpan rasa sayang.  Kini, aku sendiri tanpa kekasih dan orang yang berharga dalam hidupku.
Hingga waktu terus berlalu masih  belum aku ketahui kabar darinya. Ibu.**

di muat di koran Radar Bekasi 








No comments:

Tulisan Disukai Pembaca

Mengulas Buku Fiksi Antologi Cerpen Amygdala

  Amygdala Sebuah Proses Kehidupan www.agusyulianto.com   Judul Buku : Antologi Cerpen FLP Jawa Tengah Amygdala Penulis : Rahman Hanifan, ...