Agus Yulianto
Setiap generasi memiliki dunianya sendiri. Beragam bentuk
hiburan yang menarik hati anak-anak hadir menyeruak ke tengah-tengah kehidupan
mereka dengan mudahnya. Memang tidak mudah untuk mengisolasi anak-anak kita
dari tontonan semacam itu. Memang seperti inilah salah satu konsekuensi hidup
di era pasar bebas dan globalisasi. Kita disuguhi beragam produk-produk menarik
yang spektakuler, baik dari dalam maupun luar negeri, ditambah lagi dengan
kecanggihan teknologi informasi yang semakin maju dan berkembang pesat. Membuat
hal-hal tersebut mudah untuk diakses dan didapatkan.
Di
sinilah muncul tantangan pada kita sebagai orang yang peduli akan masa depan
anak-anak. Oleh karenanya, kita harus memberdayakan diri untuk menghadapi
tantangan di era digital yang memang semakin kompleks. Jangan sampai sebagai
orang tua dan pendidik lebih suka menyalahkan anaknya dan orang lain daripada
melihat ke dalam diri sendiri?
Memprihatinkan
bukan? Sebagai orang tua dan orang dewasa kita harus mewaspadai keberadaan
media. Baik buruknya media pada akhirnya kembali pada kita sebagai orang tua
dan orang dewasa. Menurut Masruri (2015), berdasarkan laporan konferensi pers
Gerakan Nasional Hari Tanpa Televisi tahun 2008 lalu, Anak dan remaja merupakan
khalayak khusus yang rentan terhadap pengaruh media. Jangan heran kalau saat
ini anak-anak kita mengalami tumbuh kembang yang begitu cepat. Sehingga
generasi saat ini mendapatkan label generasai kids zaman now,
yakni mengalami perkembangan begitu cepat yang tidak sesuai dengan kapasitas
usia mereka. Melihat kenyataan tersebut, kita tentu dihadapkan pada tantangan
berat. Saat ini, mau tidak mau, kita dituntut untuk mengikuti perkembangan
zaman yang sesuai dengan dunia mereka. Kita tentunya masih ingat dengan
perkataan Sahabat Rosulullah saw, Ali bi Abi Thalib, “Wahai kaum muslim.
Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu.
Generasi
kids zaman now merupakan generasi dimana anak-anak meniru apa yang dilihatnya, baik dalam
keseharian maupun di media massa. Medialah yang akhirnya membentuk sebagian
kepriadian generasi saat ini. Misal, sebuah tayangan ditelevisi menyajikan
adegan-adegan visual dalam program acara, maka dari situlah pada mulanya anak-anak
melakukan proses peniruan. Jangan kaget ketika melihat anak-anak sekarang
secara penampilan layaknya seperti orang dewasa. Ibarat sebuah bumbu dalam
masakan yakni ‘micin’. Banyak dijumpai makanan yang mengandung banyak
micin menyebabkan kualitas anak zaman sekarang tidak seperti anak-anak zaman
dulu.
Lantas
bagaimana seharusnya peran kita dalam mendidik generasi yang saat ini lebih
dikenal dengan sebutan kids zaman now?
Generasi
kids zaman now bukanlah generasi yang suka mendengar ceramah yang
berisi nasehat-nasehat. Mereka merupakan generasi yang memiliki sebuah rasa
percaya diri tinggi sehingga di dalam dirinya merasa memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan segala persoalan. Peran kita dalam mendidik generasi kids
zaman now antara lain; (1) Ciptakan suasana demokratis; bersikap otoriter, menganggap diri kita
sebagai yang paling tahu dan berpengalaman sehingga mereka tak diperkenankan
membantah semua pernyataan, ini adalah sesuatu yang keliru. Jika mereka harus
selalu menurut apa pun yang kita katakan, dikhawatirkan tindakan ini bisa
menghambat kemandirian dalam diri mereka. Apalagi jika mereka melakukan
kesalahan, lantas kita bentak dan kita pukul. Tentu saja tindakan tersebut
sangat tidak tepat dan akan merusak mental mereka. Ketika ada suatu
permasalahan kita harus bisa menjelaskan sesuai kerangka berfikir mereka ‘apa
dan mengapa’ sebabnya. Dengan begitu kita secara tidak langsung telah
menumbuhkan sikap demokratis. Agar suasana dialog tercipta kondusif, maka cobalah bersikap lebih bersahabat
dengan mereka. Sikap bersahabat memiliki peran yang sangat besar dalam
memengaruhi jiwa anak. (2) Menjadi teladan; keteladanan merupakan salah
satu metode yang bagus dalam mendidik anak-anak baik di lingkungan keluarga
maupun sekolah. Mereka akan meniru perilaku orang dewasa yang berada
didekatnya. Oleh karena itu, keteladanan merupakan media yang paling efektif
bagi anak-anak menuju keberhasilannya. Kita harus dapat menjadi figur yang
ideal bagi anak-anak, menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam
mengarungi kehidupan ini. Kondisi saat ini anak-anak kehilangan sebuah figur
untuk di contoh. Al hasil, mereka mencontoh tokoh-tokoh dalam sebuah film yang
sebenanrnya tidak sesuai dengan umur mereka. (3) Beri Pengakuan dan
Penghargaan; jangan pernah malu untuk memberikan sebuah pengakuan dan
penghargaan yang tulus kepada anak-anak atas tugas-tugas sederhana yang telah
mereka kerjakan. Jangan sekali-kali meremehkan hasil kerjaan mereka.
Penghargaan awal ini akan memberikan semangat baru dalam kehidupan mereka untuk
melakukan tugas-tugas selanjutnya yang lebih besar. (4) Menyamakan Visi;
dua kepala sekalipun sedarah sering memiliki isi yang berbeda. Generasi old (generasi tua) cenderung menginginkan sesuatu
yang nyaman, sebaliknya dengan generasi now (generasi masa kini) zona
nyaman sering dianggap bakal membuat hidup berjalan di tempat, kalau tidak
malah tertinggal zaman (kuper). Jalan menuju kemajuan menurut generasi zaman now
hanya bisa didapat lewat perubahan. Dua visi dari generasi yang berbeda tak mungkin
bisa diajak jalan beriringan. Oleh karena itu, menyamakan visi dua generasi
sangatlah penting sebelum memulai sebuah pembenahan.
Anak-anak
zaman sekarang mengalami tantangan. Mereka menghadapi longsornya wibawa dan
runtuhnya norma-norma sosial dalam pergaulan yang membingungkan. Orang tua
mengalami tantangan mendidik anak ditengah kecanduan gadget yang
meracuni. Pada zaman digital, anak-anak muda disebut generasi alay----anak
layangan atau generasi galau alisa anak baru labil. Mereka tehubung dengan
dunia maya secara on line dan real time. Mereka berteman, bergaul dan
membentuk komunitas. Mereka paham betul teknologi informasi berikut para
selebritasnya. Itulah generasi kids zaman now.
Oleh
karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan manusia sesungguhnya memiliki
kelemahan, potensi, kecerdasan dan watak yang ketika dibiasakan dengan akhlak
yang luhur, disiram dengan pengetahuan, dan ditopang dengan amal shalih, maka
ia akan tumbuh dalam kebaikan. Namun, jika dibiarkan kebiasaan tercela pasti
akan tumbuh dalam kejelekan dan
kerusakan. Begitulah.
No comments:
Post a Comment