Membaca Indonesia
(Rendahnya Budaya Membaca)
Oleh: Agus Yulianto
Pengajar dan Aktivis Literasi
Indeks membaca masyarakat Indonesia menurut UNESCO sungguh sangat
miris sekali. Minat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya,
dalam setiap masyarakat hanya ada satu masyarakat yang gemar membaca. Perlu
kita ketahui, budaya membaca masyarakat Indonesia sangat tertinggal jauh sekali
dengan Negara lain. Dari 61 negara, Indonesia menempati urutan ke 60. Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam membaca
dan menulis sangat rendah sekali. Di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia
menempati peringkat ketiga paling bawah dibandingkan dengan Negara Laos dan
Kamboja. Kondisi ini tentu sangat
memprihatinkan. Perlu kita ketahui, untuk ukuran Negara maju rata-rata indeks
membaca berkisar antara 0,45 sampai 0,62. Kondisi ini tentunya menempatkan
Indonesia pada posisi 124 sampai 187 negara dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Lebih gemar sosmed
Rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia ini menyebabkan
kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia menurun. Menurut hasil beberapa penelitian factor yang
menyebabkan rendahnya budaya membaca yakni masyarakat Indonesia gemar bermedia
social. Seperti berselancar di dunia maya; facebook, twetter, line, whatshaap,
BBM, dan sejenis medsos lainnya. Selain itu, juga hobi menonton televise
daripada membaca buku.
Jika kondisi ini
masih terus berlangsung dan tidak kita antisipasi sejak dini. Hal ini
mengkhawatirkan akan mempengaruhi kualitas dan mutu sumber daya manusia di
Negara kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Kegiatan
membaca kalau tidak dimulai dari diri
sendiri (kesadaran) sungguh mustahil sekali untuk menjadikannya sebagai
rutinitas kita sehari-hari. Hal ini perlu yang namanya membiasakan diri untuk
membaca sebuah buku walau hanya 5-10 menit setiap hari atau 1-2 lembar setiap
harinya. Kalau kita berkomitmen dengan diri sendiri untuk meluangkan waktu
membaca buku akan menjadi kebiasaan kita sehari-hari.
Selain itu,
pemerintah harus pro aktif menyadarkan masyarakat akan pentingnya membaca
sebuah buku. Keseriusan pemerintah dalam mengajak masyarakat mutlak dibutuhkan.
Sebab, kondisi yang sudah mengakar dan membudaya rendahnya minat baca ini harus
segera diperbaiki. Dengan menyediakan
sarana dan prasarana dan memperbanyak taman baca masyarakat (TBM) di daerah
bisa jadi merupakan salah satu langkah untuk menumbuhkan minat membaca
masyarakat.
Pemerintah juga
harus mendorong peningkatan jumlah produksi buku yang bermutu dan berkualitas.
Saat ini jumlah produksi buku di Indonesia terbilang sangat rendah. Setiap
tahun hanya 7.000-8.000 judul buku yang diterbitkan. Tentunya saja ini sangat
jauh sekali dengan Negara tetangga Malasyia yang setiap tahunnya bisa
menerbitkan hingga 10.000 buku. Angka itu akan semakin memprihatinkan bila
dibandingkan dengan Negara Jepang yang setiap tahunnya dapat menerbitkan 44.000
judul buku, Inggris 61.000 judul buku, dan Amerika Serikat 100.000 judul buku
setiap tahunnya. Artinya, jumlah satu buku dibaca oleh tujuh orang Indonesia.
Jumlah ketersediaan buku bacaan yang ada, belum mampu memenuhi kebutuhan dasar
secara umum masyarakat Indonesia untuk gemar membaca.
Selain itu, perlu kita perhatikan kualitas buku yang diterbitkan. Banyak
sekali di masyarakat saat ini beredar buku-buku yang tidak bekualitas. Semisal,
beberapa waktu lalu sering terjadi penarikan buku-buku yang berisi tentang
suatu aktivitas yang menyimpang (cinta sesama jenis, kekerasan,dll) tentunya
saja hal ini melukai dunia perbukuan kita. Oleh karena itu, pemerintah harus
turut serta mengawal peredaran buku di masyarakat.
Bagaimana kita bisa mencerdaskan masyarakat Indonesia bila budaya
baca saja rendah? Bagaimana buku bisa tersedia di perpustakaan bila produksi
buku masih rendah? Kita pantas mengelus dada menyaksikan fenomena ini. Kondisi
ini tentu saja bertolak belakang dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 , yakni ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’.
No comments:
Post a Comment