Air Mata Cinta Ibu
Sore
ini terlihat langit mendung kelabu , pasti sebentar lagi akan turun hujan.
Bulan januari merupakan bulan yang selalu disertai hujan. Tidak salah kalau
selama ini orang bilang januari bulan hujan sehari-hari. Meskipun hujan pasti
akan membawa berkah untuk kita semua. Gerimis pun berjatuhan dan hujan deras
pun mengguyur tanah yang gersang ini.
Hujan
turun sangat lebat, aku pun sulit untuk memperkirakan kapan reda. Aku mendekap tas
hitam bututku erat-erat. Di halte bus way
aku berlindung dari derasnya air hujan yang penuh sesak dengan orang-orang yang
baru pulang dari kerja, kuliah maupun sekolah. Kalau hujan terus lebat seperti
ini, kapan aku bisa sampai ke rumah, padahal rumahku tidak jauh dari halte bus.
Hujan
semakin lebat. Angin semakin kencang dan petir menjilat-jilat langit. Aku pun
sempat kepikiran bagaimana kondisi ibuku yang sedang sakit di rumah sendirian.
Satu jam lebih aku menanti hujan reda. Alhamdulillah hujan pun akhirnya mereda. Aku melangkah keluar dari
halte, berjalan di atas aspal yang basah dan berkecipak air. Aku pun
mempercepat langkahku agar segera sampai di rumah. Pikiranku yang tidak tenang
rasa khawatir berkecamuk di dalam diri. Aku rasa kali ini ibu ku kesal karena
terlalu lama menungguku. Karna aku membawa obat yang sangat di butuhkan untuk
kesembuhan ibuku.
Akhirnya
aku sampai juga di rumah yang kecil bercat hijau muda. Ku pandangi di sekitar
halaman rumah begitu banyak sampah yang berdatangan di halaman. Aku hanya bisa
menghembuskan nafas dalam-dalam. Kapan sampah-sampah ini berhenti berteduh di
halamanku. Di daerahku merupakan daerah yang rawan banjir. Ketika musim hujan
warga kami harus siap-siap untuk kerja bakti setiap paginya. Karna begitu banyak
jenis sampah mulai dari mainan anak-anak yang rusak sampai runtuhan kayu-kayusemua
mampir ke halaman rumah warga. Aku hanya bisa sabar menunggu peran pak walikota
agar segera mengatasi musibah banjir ini. Sejak dulu banjir di daerah kami
belum teratasi.
Aku
membuka pintu rumahku. Dan terlihat pemandangan pantai buatan yang indah di
dalam rumah. Begitu banyak genangan air di lantai berhiaskan perahu-perahu
panci dimana-mana. Aku pun tak pedulikan hal itu karna sudah biasa. Aku
langsung menuju kamar ibu. Terlihat ibu yang terbaring lemah dan rapuh. Ibuku
menggeliat, lalu membuka mata sayunya perlahan, menatapku dengan mata yang
masih kantuk. Aku pun tersenyum sambil membelai rambut ibu .
“
Assalamu’alaikum, Ibu” sapaku lembut, ibu memandang wajahku sejenak lalu
membalas salam “ Waalaikum salam “
“ Aku Agus, anak
ibu.” Kataku mengawali. Aku sambil menyodorkan obat yang baru saja aku beli
dari sebuah apotik ternama di kota Solo. Sudah dua bulan ini ibu sakit rawat
jalan, aku tak tahu lagi harus berbuat apa agar penyakit ibu ini segera sembuh.
Selama ini ibu menderita migrain. Ketika migrainnya kambuh, rasanya seperti di
tusuk-tusuk, sakitnya minta ampun.Migrain itu adalah nyeri kepala sebelah.
Penyebabnya bisa banyak hal, yaitu ketegangan otot di daerah leher, terjadinya
aliran darah pada bagian otak. Bila migrain sering terjadi pada daerah
tertentu, perlu di curigai adanya kemungkinan gangguan lain seperti tumor atau
gangguan pembuluh darah di daerah tersebut. Penjelasan dari dokter yang masih
aku ingat sampai sekarang.Aku tak tahu harus berbuat apa lagi untuk
menyembuhkan penyakit ibuku ini. Karna sakitnya ini sudah tiga tahunan belum
sembuh juga. Rasa khawatir pun menyelimuti diriku. Para tetangga pun memperbincagkan
sakit ibuku, ada yang bilang di guna-guna bahkan di santet. Aku hanya bisa
bersabar menghadapi ini semua. Rasa pasrahku hanya ku serahkan pada Allah swt.
“ Agus , peluk Ibu...” Pinta ibu.
Akupun memeluknya erat, merasakan kehangatan pelukan ibu walau dengan mata
berkaca-kaca.
“ Sakit...sakit....” lirih ibu yang
membuat aku tersentak.
“ Mana yang sakit Bu...” Ibu hanya
diam, sambil menjambak –jambak rambutnya sambil menangis.
Jam menunjukkan angka 21.00, aku
membawa ibuku yang sedari tadi menangis kesakitan kerumah sakit bersama
beberapa tetanggaku. Aku duduk gelisah, sambil memandang ibu yang sedang di
opname. Beberapa menit kemudian ibu ku tak sadarkan diri, dokter pun merawatnya
dengan sangat intensif. Segala peralatan dokter pun di kerahkan untuk
menyadarkan ibu. Ku perhatikan dengan seksama ibu masih tertidur. Wajahnya
semakin pucat. Matanya cekung dan raut wajahnya menyiratkan sakit yang amat
sangat. Air mata sucinya pun menetes. Aku hanya bisa berdoa kepadaNya. Saat ku
pegang tanganya terasa dingin. Aku perhatikan denyut nadinya tak ada detakan
sama sekali. Ibuku pun terpejam matanya dengan wajah yang tenang, damai dan
senyum. Aku hanya bisa berserah diri kepadaNya. Hanya kekuatan iman yang aku
punya untuk menerima kenyataan ini. Bahwa ibuku telah pergi ke surga dengan air
mata yang penuh cinta. Selamat jalan Ibu....Aku akan slalu mendoakanmu. Ucapku
dalam hati.
***
Kini aku sendiri melewati hari-hari
di rumah yang kian sunyi. Semenjak kepergian ibu terasa hari-hariku sepi. Sudah
tidak ada lagi yang memasakkan sayur asam untukku. Dan sudah tidak
terdengar lagi suara omelan ibu yang slalu tertuju padaku karna malasnya
diri ini. kenangan-kenangan terindah bersama ibu tak kan pernah aku lupakan
meskipun dia bukanlah ibu kandungku. Aku bersyukur karna ada wanita sebaik
beliau yang mau merawat anak dari hasil perzinahan yang tidak jelas asal
usulnya. Ketika ibu bercerita tentang sejatinya diriku sempat rasa tidak
percaya bahwa aku anak titipan dari seorang wanita yang menjajakan dirinya untuk
kepuasan nafsu laki-laki. Ketika aku mengingat itu semua tak dapat aku tahan air mata yang sayu ini.
Sungguh malang nasibku. “ Ya Allah...kini semua telah kau ambil dari
kehidupanku. Hidup tanpa sanak saudara....hidup sebatang kara. Tak tau kemana aku
harus berlabuh. Kemana aku harus singgah berteduh dari kejamnya hidup ini. Ya
Allah tak kan pernah lelah diri ini untuk slalu mengadu kepadaMu. Meskipun
darah yang menjalar di dalam diri ini darah yang pahit. Tapi aku akan slalu
tetap bersyukur kepadaMu. Karna Kau tlah menyelamatkan diriku dari
ketidakpastian...”
Aku mencoba bangkit dari itu semua.
Kini aku sebatang kara. Aku harus bisa menaklukkan dunia dengan kesendirian
ini. Meskipun sejak kecil belum pernah ku measakan kasih sayang dari orang tua sejatiku,
tapi aku hidup dengan rasa cinta dari seorang belaian ibu. Ya...Ibu Maryam.
Sosok wanita yang selalu tegar dalam menjalani kehidupan meskipun penyakit
telah menjalar di dalam dirinya. Yang aku ingat dari seorang ibu Maryam kerja
kerasnya dan semangat hidupnya untuk melawan hidup yang keras ini. Meskipun
sehari-harinya dia seorang pembantu rumah tangga , sifat cinta kasih dan tolong
menolong kepada sesama tidak lepas dari dirinya. Kita termasuk orang kategori ekonomi kebawah. Makan
sehari hari pun kadang kita bela-belain untuk menjual jambu air yang tak mesti
panennya.
Itulah kisah hidupku dengan seorang
ibu yang begitu luar biasa kasih sayangnya. Proses hidup yang aku jalani ini
tidak pernah aku sangka kenapa bisa seperti ini. Andaikan waktu yang singkat
ini dapat ku putar kembali ku ingin mengembalikan kerapuhan yang ada di dalam
diri ini. Ingin ku sulam kembali luka-luka yang tersayat yang dulu tergores
oleh seorang ibu yang tidak sayang akan kehadiranku. Dan akan ku taburi
benih-benih cinta untuk ibu Maryam, yang selama ini justru memberikan cinta
tulusnya untukku. Meskipun aku bukanlah darah dagingnya.
No comments:
Post a Comment