Friday, May 22, 2015

Surat Cinta buat Sahabat-Sahabat Yuan Lawu



Sebuah tulisan untuk sahabat-sahabat Yuan Lawu.
Dimana pun kalian berada, kalian adalah sumber energi untukku. Ketika diri ini lelah, sejenak aku teringat senyuman kalian menambah kekuatan untuk aku bertahan. Sejenak aku berfikir dan aku katakan dalam hati “Apakah selama ini aku memberikan perhatian untuk kalian?” sebuah pertanyaan yang aku tujukan untuk diriku sendiri. Aku pun menjawab “setengah perhatian atau bahkan tidak sama sekali” ku hembuskan nafas ini. Ada sedikit rasa menyesal didalam diri ini. Kenapa orang-orang yang telah setia padaku dan selalu memberikan perhatian kepadaku, tak sedikitpun aku memberikan perhatian pada mereka. “Ini salahku memang.” Aku hanya memberikan sebuah perhatian pada orang yang tidak memberikan perhatian padaku sedikitpun. Kini, aku sadar akan betapa pentingnya kalian semua. Karna kalianlah sumber kekuatan buatku untuk selalu menulis dan menulis. Selalu setia membaca tulisan-tulisan usangku. Bahkan kalian menanti tulisanku selanjutnya. Aku tidak tahu balas apa yang akan aku berikan untuk kalian. Hanya dengan tulisan-tulisan inilah aku persembahkan karya-karya yang semoga memberikan pencerahan. Semoga kalian tetap setia padaku, akupun akan selalu menjaga kesetiaanku ini pada kalian. Selamat membaca...

Opini



Menggali Sifat Empati Anak

                Memahami keadaan orang lain sangatlah di perlukan  dalam kehidupan era saat ini. Hal ini dikarenakan, memahami kondisi orang lain akan mempertajam kecerdasan sosial seseorang, salah satunya kecerdasan sosial anak kita. Seringkali kita melihat anak-anak memiliki sikap cuek, egois dan tidak peduli pada lingkungan sekitar hal ini sungguh sangat miris sekali.  Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang guru dan orang tua dalam menanamkan sikap empati ini kepada anak-anak kita mulai sejak dini?
            Sebagai seorang pendidik perlu menyadari betapa pentingnya sebuah pendidikan sosial anak dimulai sejak dini. Hal ini merupakan sebuah tanggung jawab dalam rangka menyiapkan generasi yang berkualitas dan cerdas secara sosial. Menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan (2012:289) yang dimaksud dengan pendidikan sosial yaitu bagaimana mengajari anak semenjak kecilnya untuk berpegang pada etika sosial yang utama dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia, bersumber dari akidah Islam yang abadi dan perasaan keimanan yang tulus. Oleh karena itu, hal ini merupakan tanggung jawab terpenting dalam rangka meyiapkan generasi bagi pendidik dan orang tua agar dalam memberikan pendidikan tidak hanya sekedar mengutamakan ranah kognitif saja. Akan tetapi, jiwa sosial dalam diri seorang anak perlu di gali sejak dini. Sehingga anak akan terhindar dari sikap cuek, egois dan individualistik.
Pentingnya Pendidikan Sosial Anak.
            Ada sebuah pertanyaan mendasar yang sering sekali menjadi penyulut konflik. Misal,  Mengapa ada orang tua ketika merayakan syukuran anaknya dengan anak-anak panti asuhan? Mengapa ada orang tua yang sesekali mengajak anak-anaknya melongok anak jalanan seusianya yang tinggal di bawah kolong jembatan? Hal ini kenapa perlu dilakukan oleh pihak orang tua atau guru sekalipun. Dalam Prophetic Parenting ( Muh. Nur Abdul Hafizh, 2009: 380), Dalam membentuk jiwa sosial kemasyarakatan anak maka perlu adanya sebuah interaksi anak dengan masyarakat di sekitarnya, baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain yang sebaya, agar ia dapat bersikap aktif yang positif, jauh dari malu dan sungkan yang tercela.  Sehingga anak-anak dapat melihat potret kehidupan orang lain, serta belajar untuk peduli dan memahami bahwa masih ada anak-anak yang tidak seberuntung dirinya. Pada akhirnya hal tersebut akan memunculkan sikap dan perasaan empati di dalam diri seorang anak.Ketika jiwa empati muncul, hati pun akan tergerak untuk cepat membantu.
Sikap empati ini sangat penting berada didalam diri seorang anak. Dalam pandangan seorang psikolog, Stephen Montana, Direktur Pelayanan Klinis di Saint Luke Institute New Hampshire USA mengatakan pola asuh empati (Parental Empahty) sangat penting dalam perkembangan psikologi seorang anak. Jika seorang anak kekurangan sikap empati maka akan berakibat pada kepribadian anak, sikap depresi, dan sikap akan menyakiti diri sendiri. Karena pada dasarnya setiap manusia dibekali sikap welas asih untuk saling membantu dan menyayangi antar sesama manusia, mahkluk hidup dan lingkungannya.
            Dari sinilah Islam memberikan perhatian serius terhadap pendidikan anak, baik sosial maupun tingkah laku. Realitas membuktikan bahwa keselamatan masyarakat serta kekuatan bangunan dan kendalinya tergantung kepada bagaimana cara seorang pendidik dan orang tua menyiapkan generasi-generasi emas ini. Dengan demikian, tatkala mereka telah terdidik dan terbentuk, mereka akan mengarungi kehidupan dengan memberikan gambaran akan sosok manusia yang cakap, seimbang, cerdas dan bijaksana. Oleh karena itu, hendaklah para pendidik berusaha dengan keras dan penuh semangat untuk melaksanakan tanggung jawab yang besar dalam pendidikan sosial dengan cara yang benar. Jangan hanya anak disuruh belajar dan menghafal, tetapi juga di rangsang kreativitasnya untuk menemukan sesuatu. Sementara itu, target kita sebagai seorang guru hanya bertumpu pada penyampaian materi saja. Sedangkan belajar bagaimana cara memecahkan persoalan, justru terabaikan. Tidak membuka lebar komunikasi dialogis, penalaran kritis dan berekspresi, maka sistem tersebut dapat menghambat jiwa sosial anak.
Dengan demikian, perlu adanya kerjasama antara kedua belah pihak orang tua dan guru dalam memberikan sebuah pengajaran tentang kehidupan sosial. Bagaimana anak harus bersikap dan berbuat dalam segala kondisi yang akan mereka hadapi nantinya. Bagaimanapun juga anak-anaknantinya akan turut serta memberikan andil yangcukup besar dalam membina masyarakat dengan sebaik-baik pelaksanaan yang bertumpu pada nilai-nilai keimanan, akhlak, pendidikan sosial yang utama, dan nilai-nilai Islam.
Dimuat di Majalah Hadila Solopeduli edisi Mei 2015.

Thursday, April 23, 2015

Kumpulan kisah-kisah inspiratif yang memberikan secercah pegalaman di dalam hidupnya. Penulis mencoba untuk mengangkat dalam serial antologi kisah Inspiratif. Tulisan-tulisan di dalam buku Diantara Pilihan ini merupakan sumbangsih dari teman-teman yang memiliki cerita atau kisah-kisah yang menarik untuk di ungkap dalam sebuah abjad. Untuk mendapatkan buku ini bisa menghubungi saya.
Buku antologi bersama Yuan Lawu " Diantara Pilihan"
penerbit : Yuan Publishing (Self Publishing)
Harga : Rp. 25.000,-
 Kumpulan antologi Puisi " Jeritan Hati" FLP Soloraya, diterbitkan oleh Madina Publika,               Harga Rp. 25.000,-

Buku Kumpulan Puisi

kumpulan puisi Agus Yulianto (Yuan Lawu) " KOSONG" di terbitkan oleh Madina Publika, dengan Harga Rp. 25.000,00.

Buku


Selepas Imam tersebut membayar tiket dan duduk di dalam bus, dia tersadar saat kondektur bus memberikan uang kembaliannya.Namun ternyata uang itu lebih dari yang harus ia bawa, sebanyak 20 sen. Sepanjang perjalanan Imam tersebut memikirkan tentang uang 20 sen tersebut.
            “Perlukah aku mengembalikan uang 20 sen ini?” Imam tersebut bertanya kepada dirinya.
“Ah… pemilik bus ini sudah kaya, rasanya hanya uang sebesar 20 sen tidak akan menjadi masalah. Untuk membeli bensin pun tidak akan cukup,” hati kecilnya berkata-kata.
Kini, banyak sekali orang yang dengan mudahnya menukar keimanan dengan beberapa bungkus mie atau sedikit beras. Hanya untuk mengenyangkan perut, tanpa mengingat balasan yang akan didapat di dunia ataupun di akhirat.Banyak orang yang tidak sadar, uang yang dia konsumsi akhirnya akan menjadi nyala api di akhirat kelak. “Sedikit kok,” mungkin begitulah tadinya para petinggi yang menyalahgunakan uang umat. 
Demi 20 sen apakah kau rela menggadaikan keimananmu?
 Kumpulan kisah-kisah inspiratif yang mengandung hikmah  yang diambil dari sumber-sumber yang insyaAllah mencerahkan akan mewarnai anda dalam menjalani medan hidup ini.
 Buku serial motivasi "20 sen" kisah-kisah yang selalu meginspirasi perjalanan hidup kita. Hanya Rp.25.000,- (Self publishing). di terbitkan oleh CV Madina Publika, minat inbox atau call saya

Wednesday, April 22, 2015

OPINI Pendidikan

Pembelajaran Anti Korupsi


Oleh Agus Yulianto*

            Kasus korupsi yang terungkap akhir-akhir ini seakan tidak pernah berhenti. Ibarat rumput ketika dicabut tumbuh lagi. Seolah-olah korupsi merupakan sebuah budaya yang sudah mengakar di dalam rahim kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Suryono (Hassan:2013), korupsi berasal dari kata Korup artinya buruk, rusak, busuk, suka memakai barang/uang yang dipercayakan kepadanya, memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Bentuk perbuatan korupsi seperti suap, pencucian uang, gratifikasi dan lain sebagainya.
Kasus korupsi di negara kita jumlah yang terungkap sungguh melewati batas kewajaran. Korupsi selama ini telah menenggelamkan kredibilitas bangsa Indonesia di mata dunia yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang baik dan suka menolong. Negara kita telah berusaha memberantas kasus korupsi salah satu usahanya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akan tetapi, dengan melihat kasus korupsi yang menimpa toko-tokoh public yang seharusnya menjadi wakil rakyat kini malah menjadi tokoh yang mendzalimi dan tidak layak untuk dijadikan panutan.
 Perbuatan korupsi merupakan salah satu sikap tercela dan merugikan banyak orang. Hal ini tentunya berdampak pada dunia pendidikan, karena pendidikan merupakan salah proses pembentukan kepribadian yang paling penting. Tapi banyak para penjabat kita yang memiliki tingkat pendidikan tinggi justru malah terlibat dalam kasus korupsi. Sebenarnya apa ada yang salah dari sistem pendidikan kita? Orang yang semakin tinggi pendidikannya, semakin besar pula peluang untuk menjadi koruptor. Hal itu mungkin dikarenakan para pejabat kita dulu ketika sekolah tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Maksudnya mereka memperoleh gelar sarjana, doktor bahkan profesor melalui perbuatan mencontek atau dengan kata lain Plagiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) plagiat diartikan sebagai penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Mungkin tindakan semacam Plagiat sudah tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Bahkan hal ini sudah biasa. Perbuatan Plagiat ini merupakan perbuatan mencontek yang bisa menjadikan seorang pelajar sebagai koruptor.
Maraknya kasus korupsi tentunya menjadi kesadaran bagi kita semua bahwa lembaga pendidikan juga mempunyai peran yang sangat signifikan untuk memberanas korupsi. Penanaman karakter atau perilaku yang bermoral terhadap siswa boleh dikatakan masih dalam tataran teori. Misalnya seorang guru marah-marah kepada siswanya karena sering terlambat, sedangkan guru sendiri sering datang terlambat. Sebagai seorang guru kita harus memberikan teladan yang baik kepada peserta didik. Apa yang kita lakukan selalu akan ditiru dan di contoh oleh anak-anak kita.  Contoh lainnya, Sebagai seorang guru harus mengajarkan kepada anak didik supaya tidak mencontek ketika ujian. Akan tetapi, hanya untuk mengejar target kelulusan atau biar lembaga pendidikan dipandang memiliki prestasi yang bagus.  Perbuatan mencontek ketika ujian nasional marak terjadi di lembaga pendidikan. Perbuatan ini sering dilakukan oleh pihak sekolah supaya siswa-siswanya lulus dalam mengikuti ujian. Perlu diketahui bahwa perbuatan mencontek salah satu pintu masuk menjadi seorang koruptor. Ketika seorang guru mengajarkan mencontek sama saja seorang guru mencetak generasi koruptor.
Timbulnya perbuatan korupsi sangatlah bergantung pada apa yang mereka kerap lakukan di lingkungan sekolah dulu. Perilaku di sekolah inilah yang perlu kita perhatikan untuk menghindari perbuatan korupsi di kemudian hari. Banyak kegiatan di sekolah yang dapat menimbulkan perilaku korupsi.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan bahwa untuk membangun budaya anti-korupsi dimulai dari dunia pendidikan. Penanaman nilai-nilai anti-korupsi dapat dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai pengajar bertugas sebagai sumber teladannya. Dengan keteladanan diharapkan mampu mencerminkan sikap anti-korupsi bagi peserta didik. Selain keteladanan, membangun budaya anti korupsi dapat dilakukan dengan cara-cara yang inovatif dan kreatif namun tetap menyenangkan. Keteladanan sangat kuat perannya dalam menumbuhkan sikap anti korupsi. Ada sebuah ungkapan orang Jawa Guru di gugu lan di tiru. Bagaimanapun juga guru merupakan sandaran dan teladan bagi siswa-siswanya.
Metode Pembelajaran
Menurut Elwina dan Riyanto dalam Yaramadani, Febri (2012), menyarankan bahwa dalam menanamkan nilai-nilai anti korupsi ada salah satu metode yang dapat dilakukan, yaitu Metode Demokratis. Metode ini menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru. Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya dalam menemukan nilai-nilai anti korupsi yang dihayatinya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Tahap demi tahap anak diajak untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur.
Pembelajaran anti korupsi pada prinsipnya menggunakan seluruh metode yang melibatkan seluruh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta kecerdasan sosial. Dalam penyampaian nilai-nilai anti korupsi harus digunakan cara-cara yang menarik dan disesuaikan dengan kemampuan anak didik.
            Selain itu, Pemerintah seharusnya memperhatikan tentang sistem pendidikan di Indonesia. Pemerintah lebih menekankan pada pendidikan moral dan norma sosial. Karena pendidikan moral dapat menjadi pondasi yang kokoh terhadap pembentukan karakter siswa. Penanaman sikap kejujuran didalam keseharian siswa di lingkungan sekolah.  Mengubah perilaku tidak atau kurang jujur menjadi jujur bukanlah suatu hal yang ringan. Sikap jujur dapat dicapai dengan pembelajaran dalam dunia pendidikan. Sebagai seorang pendidik selama ini saya merindukan  kurikulum pendidikan anti korupsi dijadikan bagian dari mata pelajaran di sekolah. Apalagi di dukung dengan perubahan kurikulum yang saat ini kembali kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sangat memungkinkan sekali bahwa setiap sekolah bisa mengembangkan kurikulum anti-korupsi secara mandiri. Seperti itu.




Tulisan Disukai Pembaca

Mengulas Buku Fiksi Antologi Cerpen Amygdala

  Amygdala Sebuah Proses Kehidupan www.agusyulianto.com   Judul Buku : Antologi Cerpen FLP Jawa Tengah Amygdala Penulis : Rahman Hanifan, ...