Membumikan Pendidikan Akhlak
Saat ini para
orang tua sedang disibukkan memilih sekolah untuk
putra-putrinya. Berapapun mahal biaya
tidak dihiraukan asalkan putra putrinya mendapatkan sekolah yang memiliki nilai
lebih di bandingkan sekolah pada umumnya. Nilai lebih yang dimaksud dalam hal ini
yaitu sekolah yang tidak hanya mengutamakan akademik akan tetapi, lebih menekankan
pada pendidikan akhlak. Mengapa demikian? orang tua tentunya sangat khawatir sekali
melihat kondisi anak-anak saat ini. Sering kali kita melihat anak-anak yang
berperilaku layaknya orang dewasa. Bisa jadi hal ini menjadikan orang tua khawatir.
Lalu apa hubunganya dengan sebuah lembaga pendidikan? Menurut penulis lembaga pendidikan sangatlah memiliki
peran dalam pembentukan karakter anak. Banyak sekali sekolah yang menawarkan jasa
sebagai lembaga pendidikan yang unggul dalam prestasi disetiap iklannya. Namun, sedikit sekali lembaga pendidikan dalam
setiap iklannya menawarkan pendidikan akhlak. Menurut Abdul Rahman Islam sangat
mementingkan pendidikan akhlak (Muhammad AR, 2003). Salah satu ajaran Islam
yang sangat penting adalah Akhlak. Pendidikan Akhlak merupakan segmen
yang terpenting bagi manusia pada umumnya. Sebab yang namanya manusia itu
merupakan orang yang punya tatakrama, sopan santun, dan beradab dalam setiap
aktivitas sehari-hari selama manusia itu masih berjalan di muka bumi. Menurut
Ismail Ibrahim (1994) Akhlak meliputi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
Ketika
seorang manusia tidak lagi mengedepankan akhlakul karimah, maka pada
saat itulah manusia memasuki wilayah kehewanan atau kebinatangan, dan sifat
inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Sesungguhnya hakikat pendidikan menurut
kacamata Islam adalah menumbuhkan manusia dan membentuk kepribadiannya agar
menjadi manusia yang sempurna, berbudi luhur dan berakhlak mulia. Sehingga
menjadi pendorong baginya untuk berbuat kebaikan dalam kehidupannya dan menghalangi
mereka dari perbuatan maksiat.
Ketika
seorang anak tidak pernah dibekali dengan pendidikan moral sejak kecil. Maka
saya mengatakan bahwa anak tersebut lebih ganas dari serigala dan singa yang
tidak pernah belajar tentang hak asasi manusia di sekolah mereka hutan
belantara. Kalau kita sebagai orang tua menyadari bahwa krisis moral yang
melanda pada kurun waktu ini telah mencapai puncaknya. Akibatnya terjadilah
pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Pendidikan
moral tidak mengenal batas waktu dan tempat. Islam adalah agama moral dan
akhlak. Agama Islam adalah agama moral. Oleh karena itu barangsiapa yang
menganut dan menjalankan perintah agama Islam dengan sempurna maka orang itu
dianggap memiliki akhlak yang bagus. Rasulullah saw pernah bersabda:”Yang
paling baik Islamnya seseorang di antara kamu sekalian adalah mereka yang
paling baik akhlaknya seandainya mereka mengerti.” Hadits tersebut
memberikan gambaran bahwa tidak semua orang Islam itu baik akhlaknya dan kalau
kita tidak betul-betul mau melaksanakan segala ajaran Islam secara kaffah, maka
kita dianggap orang yang tidak berakhlakul karimah. Orang yang berakhlak
mulia itu adalah orang mukmin dan setiap orang mukmin tersebut sudah otomatis
berakhlak mulia. Memang untuk mencapai
taraf kemuliaan akhlak bukan suatu hal yang mudah. Hal ini diperlukan kerjasama
antara orang tua, guru, masyarakat dan pemerintah.
Era
globalisasi yang tengah berlangsung di era saat ini seolah-olah ingin
mengesampingkan seluruh tatanan moral. Perkembangan teknologi begitu pesat. Tontonan
atau hiburan yang sering kita lihat di televisi kadang tidak memberikan
dukungan kepada anak-anak kita. Bahkan bisa dikatakan, merusak moral anak-anak
kita. Seringkali kita melihat tayangan sinetron di televisi yang memberikan
sajian-sajian yang vulgar. Setiap hari menjadi santapan anak-anak kita. Hal ini
seharusnya menjadi bentuk rasa keprihatinan kita sebagai orang tua. Bahwa
perkembangan teknologi tidak selamanya membawa dampak yang positif untuk
anak-anak. Puncak kerusakan moral moral
yang sedang melanda bangsa ini semakin kompleks. Ini terlihat pada hubungan
antara sesama guru seperti teman kencan, anak-anak SD sudah berani melakukan
sex bebas (free sex), hubungan
guru dan murid seperti teman tapi mesra, hubungan orang tua dengan anak yang semakin jauh dari nilai-nilai
moral. Selain itu hubungan antara masyarakat
dengan pemerintah seperti domba dan serigala,
ulama dan penguasa selalu berada dalam kecurigaan. Itulah realitas yang terpampang saat ini.
Realitas yang ada saat ini adalah orang tua hanya bertugas melahirkan anak,
guru mengajar hanya karena gaji bulanan, pemerintah hanya memikirkan
pembangunan infra-struktur dengan sekian persen komisi. Sementara akhlak anak-anak mereka semakin
hari semakin luntur. Dampaknya munculah yang namanya penyakit masyarakat.
Untuk
mewujudkan sebuah komunitas bermoral maka sebagai orang tua harus dapat menjadi
pihak yang pertama dalam memasukkan pendidikan akhlak di dalam keluarga. Guru
dalam batas-batasan tertentu harus menunjukan sikap keikhlasan dalam menanamkan
nilai-nilai akhlakul karimah dalam setiap pembelajaran. Tugas guru di
sekolah bukan hanya menjalankan aktivitas pendidikan di sekolah. Akan tetapi,
bertanggung jawab pula terhadap perbaikan moral murid di manapun berada. Guru
bukan saja seorang pemimpin dan pendidik di dalam kelas, akan tetapi sebagai
tempat rujukan siswa-siswanya dalam menyelesaikan masalah pelajar itu sendiri.
Oleh karena itu, peran orang tua di
dalam rumah tangga dan para guru di sekolah merupakan suatu keharusan dalam
rangka mempedulikan akhlak para anak-anaknya.
Betapa
pentingnya peran lembaga pendidikan saat ini terhadap perkembangan moral anak.
Tidak hanya sekedar unggul dalam prestasi. Seharusnya lembaga pendidikan lebih
mengutamakan keunggulannya dalam pendidikan akhlak. Pandai-pandailah sebagai
orang tua dalam memilih lembaga pendidikan untuk masa depan anak-anak kita.
*dimuat di harian umum Joglosemar
No comments:
Post a Comment