Saturday, January 24, 2015
Sunday, December 28, 2014
CERPEN
Tasbih Cinta
Oleh: Yuan
Lawu Wijayanto*
Aku sudah tidak sanggup lagi hidup
dalam kesendirian. Mengikuti arus waktu yang terus berjalan, setiap detik
selalu ada perubahan. Aku termenung dalam kamar kosong menikmati arus waktu
yang kulalui dengan segala perubahan yang terjadi. Alangkah cepat waktu
berjalan.
Kini emosiku berjalan pelan dalam
darah tubuh yang mulai kuyu. Ku tengadahkan kedua tangan dalam dzikir malamku. Selalu kusebut asma-Nya dalam setiap denyut nadiku. “Jadi
apa yang hendak Aku sampaikan padaMu- robbi” gumanku dalam kegalauan.
Kebimbangan diri masih menghiasi sisa kehidupanku. Sesuatu yang selama ini aku
inginkan kini telah pergi jauh dalam hidupku. Kekasih malam ini aku merajut asa
dalam kepiluan. Menanti harapmu kembali dalam penantian panjangku. Mengukir
cerita diatas pasir. Menyaksikan alunan senja di tepi pantai Parangtritis.
Masihkah ingat kau ketika bercengkrama dengan panorama senja kau goreskan kuas
warna-warna pikiranmu pada selembar kain kanvas. Begitu indah pemandangan senja
itu kau katakan padaku. Ibarat seindah wajah sayumu. Jilbab putihmu melambai
mengikuti arah mata angin yang begitu sejuk kurasakan serasa ku memandangmu.
Masih ku ingat dulu kau selalu bilang bahwa cinta yang kita rajut ini suci,yang
akan menghantarkan kita dalam mahligai pernikahan. Tapi apa yang aku saksikan
tak semanis yang aku rasa, aku kecewa. Kini kau bersanding dengan lelaki pilihan
Ayahmu. Ketika cinta mekar dalam jiwa.
Malam itu masihteringat jelas apa
yang kau katakan padaku” Ren..sampai kapan aku harus menunggu kepastian darimu.
Ayah & Ibuku selalu menanyakan kapan kau akan melamarku. Mereka malu
mempunyai anak gadis semata wayang yang usianya kini sudah berkepala tiga.
Setiap kali aku pulang dari kerja selalu menanyakan tentang dirimu.” Kata Apri
sambil menyeka air matanya. Malam itu aku hanya terdiam. Nyaliku sebagai seorang
laki-laki hilang untuk mengungkapkan kata ‘ya ku akan melamarmu’. Sejak malam
itu di serambi Masjid Agung Solo cinta kita kandas karna ketidak beranianku
untuk meminangmu.
“ Pri, akupun tak mau hubungan ini
berakhir begitu saja. Aku sudah melakukan apa yang ku bisa untuk mengikat
mahligai cinta kita. Namun keluargaku sudah tidak mau memberikan restunya pada
kita. Mungkin sudah jalanNya kita harus mengakhiri kisah perjalanan cinta kita.
Ingatlah takdir cinta bahwa jodoh tidak akan pernah tertukar.” gumanku padanya.
Penyesalan kini datang ketika takdir
cinta sudah tak berpihak padaku. Hanya air mata dan kebisuan diri yang selalu
menghiasi hari-hariku. Bukanya aku tidak ingin meminangmu, tapi ragaku sebagai
lelaki yang tak mampu menjadikanmu pendamping hidupku. Meskipun aku menyesal
telah melepaskanmu untuk selamanya, tapi rasa cinta ini masih ada untukmu. Aku
tahu perjalanan dirimu untuk menjadi seorang muslimah. Kau wanita yang luar
biasa berani menghijabkan diri untuk meraih cinta yang hakiki dariNya.
***
Hari Senin, 8 Mei 2013 aku menyaksikan dirimu
bersanding dengan seorang lelaki gagah, tanpam dan kaya. Aku melihat rona wajahmu
yang penuh dengan kebahagiaan. Sempat aku membayangkan jika yang kau genggam
jari jemarinya itu adalah Aku betapa bahagianya diriku. Nuansa putih nan suci
menjadi hiasan diacara pernikahanmu. Lagu-lagu nasyid mengalun merdu dengan syair-syair cintanya. Begitu banyak
tamu undangan dari keluarga besarmu dan teman sejawatmu turut bersuka cita dihari
yang bahagia ini. Ku perhatikan setiap gerak gerik dirimu dan arah matamu
berharap kau akan mencariku diantara ribuan tamu yang hadir. Setiap aku
perhatikan seakan tak tersirat sedikitpun tentang diriku. Apakah mungkin engkau
telah melupakan aku. Berat memang menerima kenyataan yang sangat pahit ini.
Aku coba langkahkan kaki untuk sekedar mengucapkan selamat kepadamu,
tapi kakiku terasa berat dan dadaku terasa sesak. Air mataku pun jatuh tak terasa
dihari bahagiamu. Sulit bagiku melepaskan jeratan cinta yang telah kita rajut dulu,
Apri. Aku pejamkan mata diantara ribuan
tamu undangan yang hadir. Nafas yang tinggal separoh ku coba hempaskan secara perlahan-lahan. Kuatkan diriku ya Allah..ikhlaskan hati ini
untuk melepasnya.Meskipun hati terasa membeku dan sekujur tubuhku terasa
mati rasa, air mataku jatuh tiada henti dan pikiranku hanya teringat tentang
penyesalan-penyesalan yang hinggap dibenakku. Aku langsung berlari meninggalkan
gedung mewah ini. Tak sanggup melihat dirimu bersanding dengan orang lain. Aku
yakin kau masih mencintaiku. Tapi apa daya, diriku ternyata lemah untukmu.
Ku basuh wajahku dengan air wudhu
danku sujudkan diri yang lemah ini dihadap-Mu. Inginku ucap rasa syukur atas
apa yang telah terjadi pada kisah cintaku. Tapi bibir ini terasa kelu. Hanya
suara isakan tangis menghiasi sepertiga malam ini. Aku ternyata belum dapat
menjadi hamba yang ikhlas menerima takdir cintaMu ya Allah. Aku mohon padaMu
ikhlaskanlah diri ini untuk melepasnya dari kisah hidupku. Jangan kau
penjarakan hati ini. Ku ambil tasbihku. Ku sebut namaMu tiada henti. Tasbih ini
menjadi saksi bisu untuk melepas bidadari surgamu yang tak hinggap di jiwaku.
Tiga bulan semenjak kepergiannya
dari sisiku aku benar-benar menderita. Aku seperti orang gila. Air mataku tak
pernah berhenti mengalir disetiap sujudku. Jari jemariku selalu bertasbih
menyebut asmaNya. Biar tenang jiwa ini. Aku tak bisa melupakannya sama sekali
dari kehidupanku, bagaimanapun juga Apri pernah mengisi relung-relung hatiku. Hatiku
juga tidak bisa berpindah keperempuan lain. Aku masih mencintainya. Cintaku
kepadanya mengshapus semua kisah cinta yang pernah aku jalani. Begitu sulit
diriku memunculkan cinta yang baru. Keindahan-keindahan saat bersama telah
mematikan kenangan-kenangan yang tidak mudah untuk aku lupakan. Kepribadianmu
memberikan warna tersendiri dalam kehidupanku. Seterang cahaya yang menyejukan
mata setiap orang yang memandangmu. Cintamu telah membutakan mata batinku. Dan
semua perempuan tak dapat aku beri ruang disetiap relung-relung jiwaku. Kala
kau pergi dari jiwaku, aku tak putus dirundung kesedihan. Butiran-butiran
tasbih selalu menguatkan hatiku, dalam setiap dzikir malamku.
*Penulis bernama asli Agus Yulianto
tinggal di dusun Ngempak RT02/02, Suruh, Tasikmadu Karanganyar 57761. Aktif
di FLP Soloraya
CERPEN
CERMIN PEREMPUAN MALAM
Malam ini aku sangat merindukan kehadiran
seseorang untuk bisa ku ajak berbagi. Tapi sayang, orang itu tak kunjung datang.
Hati ku pun bertanya-tanya. “ Tidak
seperti
biasanya dia tidak memberi
kabar ?!” Perasaanku pun berkecamuk antara yang tidak akan pernah terjadi dan
yang terjadi. Ku tatap sebuah cermin yang putih dan berdebu. Ku tatap dan ku
tatap bayangan wajahku. Wajah kusam penuh dengan kepanikan. Dihinggapi dengan
sebuah rasa kehilangan. “Mas kenapa kamu tidak datang
?!” ku bertanya-tanya pada bayangan diriku. Senyum yang tercampur kebimbangan. Tawa
yang tercampur dengan kesedihan. Kini tak bisa di elakkan dari diri ini. Kata
tepat, tak pernah ada kata ingkar itulah yang menjadi prinsipnya mas Endro. Tapi
kenapa ? malam ini
tak ada kabar darinya. Bulan dan bintang masih terjaga didalam kehangatan
malam. Sinarnya yang membentang ke khatulistiwa. Menambah keindahan dalam
kesendirianku. “ Mas, aku sangat merindukanmu. Adik disini sendirian dalam
kegelapan. Aku takut…Mas???” Ku terkenang akan senyum manismu, sentuhan lembut
jemarimu dan kehangatan dekapanmu. Hitam manis kulitmu tapi semanis cintamu
pada adikmu. Namun hanya hitam yang kau
tampakkan dari cintamu. Meskipun kau begitu keras dan dangkal . Tapi adik tetap
sayang
mas Endro . Seteguk bir yang kau minum tak pernah membuat hati ini lelah untuk
berkasih. Celotehan-celotehan yang kau katakana padaku, kuanggap hanya guyonan belaka. Aku tahu kau di buai
dalam kekosongan. Pikiranmu melayang tanpa arah dan tujuan. Kata – kata kasar
sering kau lontarkan padaku. Tapi ku hanya diam.
Malam semakin larut. Denting jam
berbunyi menandakan pukul dua belas malam. Tapi kau tak kunjung datang. Aku masih
disini. Bercermin diri menatap dalam kehampaan. Karna hanya inilah satu-satunya
teman berbagi beban hidupku.
Cermin malamku, kenapa orang yang
aku cintai pergi dari hidupku. Tanpa kabar. Apa salahku. Apa selama ini aku
terlalu memanjakannya. Sehingga dia letih dengan semua ini. Hubungan yang telah
terjalin ini memang di luar keinginan aku dengan mas Endro. Dia datang padaku
dengan segenggam uang yang bagiku tak ada artinya ketimbang cinta dan
ketulusannya.
Kemanapun dia pergi. Aku yakin suatu
malam nanti dia akan kembali dengan senyum manisnya. Karna hidupku hanya dekat
dengan kegelapan. Siang bagiku tak ada artinya. Tapi malam buatku adalah surga.
Wanita malam memang pantas aku sandang. Tapi aku tak serendah itu. Karna hanya
cinta dan ketulusan yang paling berharga
di dalam kehidupanku. Cermin malamku kini kau telah menjadi bagian dalam
kehidupanku. Cermin malamku kini kau telah menjadi bagian dalam hidupku. Tak
ada yang bisa menggantikanmu. Walau dengan uang seratus juta tak akan ku jual dari hidupku. Hanya kau
satu-satunya teman dikala sepiku. Begitu pun mas Endro, separoh nyawa dalam
hidupku.
Malam
ini masih sepi ku rasa tanpa kehadiranmu disisiku. Aku hanya memandang bintang
yang tidak pernah jatuh. Hampa hidup ini, tubuhku semakin lemas. Air mataku
jatuh tak tertahan. “Mas Endro aku butuh dirimu, dingin tubuh ini. Aku ingin
merebahkan diriku dalam kasur yang kusut. Aku lelah dengan semua ini” Cerminku
hanya diam. Kupandangi wajah ini tanpa lelah. Mataku mulai sayu. Wajahku sudah tidak
cantik seperti dulu kala. Serupiahpun
malam ini tak kudapatkan. Aku dicaci mamiku. Kata-katanya membuat diriku lemah.
Hidupku tak berdaya. Cukup malam ini aku disiksa kerinduan darimu.
Wednesday, November 12, 2014
RESENSI INDIVA READER CHALLANGE
Judul
Buku : Bacaan Anak Ladang Biru
Penulis : Gunawan Suroto
Tahun
terbit : 1995
Jumlah
Halaman : 79
Penerbit : Balai Pustaka
Sebuah
serial buku cerita anak yang sangat klasik tahun 1995 coba saya baca kembali.
Buku anak yang di tulis oleh seorang jurnalis pada masa itu memang sungguh
memikat apalagi dalam hal penggunaan EYD yang masih klasik. Cerita ini memuat
kisah-kisah tentang serial pengetahuan baik itu tentang tata surya seperti
mengenal planet bumi. Penulis dalam menulis cerita anak ini lebih mengutamakan
muatan ilmu pengetahuan. Misalnya tentang gambaran planet bumi yang sebagian
besarnya di liputi oleh air, samudera hindia, dan sekali-sekali penulis juga
mengajak pembaca untuk lebih mengenal dunia samudra dengan kehidupan di
dalam-dalamnya. Dari pengetahuan yang di
narasikan oleh penulis Gunawan Suroto di harapkan dapat mencuat rasa bangga
terhadap tanah air kita Indonesia pada masa itu.
Buku
ini di beri judul Ladang Biru dimana penulis memberikan suatu gambaran lambang
dunia lautan yang memberi harapan untuk hidup di masa kini maupun di masa
depan. Karena menurut penulis di bumi inilah nantinya kita dapat berternak dan
bercocok tanam. Buku cerita anak ini
pada masa itu sangat menunjang sekali dalam dunia pendidikan dan buku ini
terbit atas dukungan dari Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
Buat saya buku ini serial yang sangat menarik sekali. Semoga penulis-penulis
cerita anak di era sekarang dapat mencotoh buku-buku cerita anak masa dulu yang
masih sangat kental muatan pengetahuannya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tulisan Disukai Pembaca
Mengulas Buku Fiksi Antologi Cerpen Amygdala
Amygdala Sebuah Proses Kehidupan www.agusyulianto.com Judul Buku : Antologi Cerpen FLP Jawa Tengah Amygdala Penulis : Rahman Hanifan, ...
-
KD: Memahami Kewirausahaan dan Wirausaha Dasar-dasar Kewirausahaan A. Definisi Kewirausahaan Kewirausahaan padanan kata dari baha...
-
Materri BAB Media Promosi Pemasaran Semester 2/ XI Pengertian Promosi Promosi adalah suatu aktivitas komunikasi y...
-
Materi Media Promosi Pemasaran A. GAMBARAN USAHA OFFLINE DAN ONLINE Berikut perbedaan usaha offline dan online NO ...