Sunday, December 28, 2014

CERPEN



Tasbih Cinta
Oleh: Yuan Lawu Wijayanto*


            Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dalam kesendirian. Mengikuti arus waktu yang terus berjalan, setiap detik selalu ada perubahan. Aku termenung dalam kamar kosong menikmati arus waktu yang kulalui dengan segala perubahan yang terjadi. Alangkah cepat waktu berjalan.
            Kini emosiku berjalan pelan dalam darah tubuh yang mulai kuyu. Ku tengadahkan kedua tangan  dalam dzikir malamku. Selalu kusebut asma-Nya dalam setiap denyut nadiku. “Jadi apa yang hendak Aku sampaikan padaMu- robbi” gumanku dalam kegalauan. Kebimbangan diri masih menghiasi sisa kehidupanku. Sesuatu yang selama ini aku inginkan kini telah pergi jauh dalam hidupku. Kekasih malam ini aku merajut asa dalam kepiluan. Menanti harapmu kembali dalam penantian panjangku. Mengukir cerita diatas pasir. Menyaksikan alunan senja di tepi pantai Parangtritis. Masihkah ingat kau ketika bercengkrama dengan panorama senja kau goreskan kuas warna-warna pikiranmu pada selembar kain kanvas. Begitu indah pemandangan senja itu kau katakan padaku. Ibarat seindah wajah sayumu. Jilbab putihmu melambai mengikuti arah mata angin yang begitu sejuk kurasakan serasa ku memandangmu. Masih ku ingat dulu kau selalu bilang bahwa cinta yang kita rajut ini suci,yang akan menghantarkan kita dalam mahligai pernikahan. Tapi apa yang aku saksikan tak semanis yang aku rasa, aku kecewa. Kini kau bersanding dengan lelaki pilihan Ayahmu. Ketika cinta mekar dalam jiwa.
            Malam itu masihteringat jelas apa yang kau katakan padaku” Ren..sampai kapan aku harus menunggu kepastian darimu. Ayah & Ibuku selalu menanyakan kapan kau akan melamarku. Mereka malu mempunyai anak gadis semata wayang yang usianya kini sudah berkepala tiga. Setiap kali aku pulang dari kerja selalu menanyakan tentang dirimu.” Kata Apri sambil menyeka air matanya. Malam itu aku hanya terdiam. Nyaliku sebagai seorang laki-laki hilang untuk mengungkapkan kata ‘ya ku akan melamarmu’. Sejak malam itu di serambi Masjid Agung Solo cinta kita kandas karna ketidak beranianku untuk meminangmu.
            “ Pri, akupun tak mau hubungan ini berakhir begitu saja. Aku sudah melakukan apa yang ku bisa untuk mengikat mahligai cinta kita. Namun keluargaku sudah tidak mau memberikan restunya pada kita. Mungkin sudah jalanNya kita harus mengakhiri kisah perjalanan cinta kita. Ingatlah takdir cinta bahwa jodoh tidak akan pernah tertukar.” gumanku padanya.
            Penyesalan kini datang ketika takdir cinta sudah tak berpihak padaku. Hanya air mata dan kebisuan diri yang selalu menghiasi hari-hariku. Bukanya aku tidak ingin meminangmu, tapi ragaku sebagai lelaki yang tak mampu menjadikanmu pendamping hidupku. Meskipun aku menyesal telah melepaskanmu untuk selamanya, tapi rasa cinta ini masih ada untukmu. Aku tahu perjalanan dirimu untuk menjadi seorang muslimah. Kau wanita yang luar biasa berani menghijabkan diri untuk meraih cinta yang hakiki dariNya.
***
            Hari  Senin, 8 Mei 2013 aku menyaksikan dirimu bersanding dengan seorang lelaki gagah, tanpam dan kaya. Aku melihat rona wajahmu yang penuh dengan kebahagiaan. Sempat aku membayangkan jika yang kau genggam jari jemarinya itu adalah Aku betapa bahagianya diriku. Nuansa putih nan suci menjadi hiasan diacara pernikahanmu. Lagu-lagu nasyid mengalun merdu dengan syair-syair cintanya. Begitu banyak tamu undangan dari keluarga besarmu dan teman sejawatmu turut bersuka cita dihari yang bahagia ini. Ku perhatikan setiap gerak gerik dirimu dan arah matamu berharap kau akan mencariku diantara ribuan tamu yang hadir. Setiap aku perhatikan seakan tak tersirat sedikitpun tentang diriku. Apakah mungkin engkau telah melupakan aku. Berat memang menerima kenyataan yang sangat pahit ini.
            Aku coba langkahkan kaki  untuk sekedar mengucapkan selamat kepadamu, tapi kakiku terasa berat dan dadaku terasa sesak. Air mataku pun jatuh tak terasa dihari bahagiamu. Sulit bagiku melepaskan jeratan cinta yang telah kita rajut dulu, Apri. Aku pejamkan mata  diantara ribuan tamu undangan yang hadir. Nafas yang tinggal separoh  ku coba hempaskan secara perlahan-lahan. Kuatkan diriku ya Allah..ikhlaskan hati ini untuk melepasnya.Meskipun hati terasa membeku dan sekujur tubuhku terasa mati rasa, air mataku jatuh tiada henti dan pikiranku hanya teringat tentang penyesalan-penyesalan yang hinggap dibenakku. Aku langsung berlari meninggalkan gedung mewah ini. Tak sanggup melihat dirimu bersanding dengan orang lain. Aku yakin kau masih mencintaiku. Tapi apa daya, diriku ternyata lemah untukmu.
            Ku basuh wajahku dengan air wudhu danku sujudkan diri yang lemah ini dihadap-Mu. Inginku ucap rasa syukur atas apa yang telah terjadi pada kisah cintaku. Tapi bibir ini terasa kelu. Hanya suara isakan tangis menghiasi sepertiga malam ini. Aku ternyata belum dapat menjadi hamba yang ikhlas menerima takdir cintaMu ya Allah. Aku mohon padaMu ikhlaskanlah diri ini untuk melepasnya dari kisah hidupku. Jangan kau penjarakan hati ini. Ku ambil tasbihku. Ku sebut namaMu tiada henti. Tasbih ini menjadi saksi bisu untuk melepas bidadari surgamu yang tak hinggap di jiwaku.
            Tiga bulan semenjak kepergiannya dari sisiku aku benar-benar menderita. Aku seperti orang gila. Air mataku tak pernah berhenti mengalir disetiap sujudku. Jari jemariku selalu bertasbih menyebut asmaNya. Biar tenang jiwa ini. Aku tak bisa melupakannya sama sekali dari kehidupanku, bagaimanapun juga Apri pernah mengisi relung-relung hatiku. Hatiku juga tidak bisa berpindah keperempuan lain. Aku masih mencintainya. Cintaku kepadanya mengshapus semua kisah cinta yang pernah aku jalani. Begitu sulit diriku memunculkan cinta yang baru. Keindahan-keindahan saat bersama telah mematikan kenangan-kenangan yang tidak mudah untuk aku lupakan. Kepribadianmu memberikan warna tersendiri dalam kehidupanku. Seterang cahaya yang menyejukan mata setiap orang yang memandangmu. Cintamu telah membutakan mata batinku. Dan semua perempuan tak dapat aku beri ruang disetiap relung-relung jiwaku. Kala kau pergi dari jiwaku, aku tak putus dirundung kesedihan. Butiran-butiran tasbih selalu menguatkan hatiku, dalam setiap dzikir malamku.   

*Penulis bernama asli Agus Yulianto tinggal di dusun Ngempak RT02/02, Suruh, Tasikmadu Karanganyar 57761. Aktif di FLP Soloraya

No comments:

Tulisan Disukai Pembaca

Mengulas Buku Fiksi Antologi Cerpen Amygdala

  Amygdala Sebuah Proses Kehidupan www.agusyulianto.com   Judul Buku : Antologi Cerpen FLP Jawa Tengah Amygdala Penulis : Rahman Hanifan, ...