Thursday, December 27, 2012

Cerpen



Balada Cinta Zakia 


            Setiap kali aku memandang bintang di langit malam yang begitu jauh . Aku merasakan jurang pemisah antara Aku dan Nisa yang makin menganga lebar. Kepergiannya setahun yang lalu untuk merantau ke negeri orang masih menyisakan perih di dasar hatiku. Ketika kutatap matanya yang bening tersimpan sebuah kesedihan yang menyesakkan dada. Saat ku dekap kedalam pelukanku aku merasakan gemuruh didasar hatinya dan air mata telah melelh di pipinya.
            Memang bukan keinginan Nisa untuk pergi dari kota ini. Keadaan keluarganya yang broken home memaksa dirinya untuk ikut bersama Ibunya ke Belanda. Di dalam hatiku aku tak tau siapa yang harus kusalahkan atas kepergian Nisa dari sisiku. Aku hanya bisa pasrah dengan takdir yang telah berkata.
            Pengeras suara yang melengking di bandara internasional Adi Sumarmo seakan menyadarkan lamunan yang baru saja menghampiriku. Doaku kembali sesak sesaat kulihat Nisa kembali meneteskan air mata.
            “ Aku pasti akan cepat kembali Za, entah itu kapan akan terjadi. Tapi aku akan selalu merindukanmu setiap waktu. “ Teriris hatiku mendengar kata-kata Nisa.
            Tak kupungkiri kesedihan pun masih menggelayutiku. Setahun kebersamaanku dengan Nisa yang kulalui dengannya kini bagai debu yang tertiup angin. Jemariku menghapus air mata yang membasahi pipinya. Kuraih dia kedalam pelukanku seakan enggan untuk kulepaskan. Pelukan Nisa perlahan memudar saat Ibunya memanggilny untuk menuju pesawat yang telah siap berangkat.
            Ibu Ami pun terharu melihat perpisahan diantara kami yang tak pernah terduga sebelumnya.
            “ Aku pergi Za “ Kata Nisa sambil berbalik meninggalkanku. Aku hanya bisa memandangi raut wajahnya dengan hati yang pilu, semakin lama ku melihatnya semakin menjauh dari pandanganku. Akhirnya burung baja itupun menerbangkannya kenegri seberang.

-------**-----
            Setahun kemudian setelah perpisahan itu sampai sekarang masih dapat kurasakan debaran Nisa saat berada di pelukanku. Juga air matanya masih terniang di dalam ingatanku. Untuk menahan kerinduan ini aku selalu memandang foto ketika dulu kita bersama. Satu tahun kepergiannya belum dapatkan kabar tentang dirinya di negeri Kincir Angin. Namun aku tetap menjaga kesetiaan cinta ini agar suatu saat nanti cinta suci ini bisa kupersembahkan kepada dirinya saat dia kembali di sisiku.
            Waktu yang semakin cepat berlalu tak dapat satupun kabar tentang dirinya. Ketika ku telpon nomornya sudah ganti. Apakah ini pertanda dia sudah melupakanku. Ah...tidak mungkin. Dia berjanji padaku untuk menjaga rasa cinta ini. Tapi kenapa dia menghilang begitu saja. Ya Allah...cinta kita memang benar kau uji. Hatiku yang resah selalu berkata.
            Cintaku pada Nisa kini sudah mulai goyah pilarnya karena kehadiran Muslimah. Seorang gadis anggun yang selalu menjaga Ibadah dan Cintanya. Hatiku bergetar ketika aku jumpa dirinya. Ada rasa apa ini. Gumanku dalam hati. Dia begitu santun tutur katanya. Bahkan mata selalu menjaga pandangannya. Cinta yang dia miliki bukanlah cinta karna nafsu, tapi cinta karna Allah Swt. Aku memang egois, janji setia yang kuberikan pada Nisa kini kunodai sendiri  dengan hadirnya Muslimah di dalam kehidupanku. Untuk menjaga diri ini dari godaan syaiton atas saran Pak Syamsul , Ayah muslimah. Aku pun meminangnya. Ini tanpa sepengetahuan Nisa. Maafkan aku Nis...
            Muslimah, gadis yang berfisik lemah itulah yang menggoyahkan pilar-pilar kesetiaanku. Aku tahu Muslimah terkena kanker hati. Hidupnya pun tak akan bertahan lama.Mungkin karna alasan itulah perasaan cintaku padanya tumbuh perlahan-lahan.
            “ Kurasakan hari-hariku semakin suram Za, apalagi dokter bilang kalau umurku tidak akan lama lagi.” Kata Muslimah tertunduk lesu.
            “ Kamu kenapa bicara seperti itu, hidup mati manusia itu Allah yang mentakdirkan. Dokter hanya bisa mendiagnosa . Muslimah waktu yang singkat ini, kamu harus bisa menjalani hidupmu dengan ceria dan yakin kamu akan sembuh. “ Kataku memotivasi dirinya.
            Muslimah tersenyum tipis sambil menatap langit yang mulai berwarna jingga. Kami berjalan beriringan di kawasan wisata Cemara Sewu, Tawangmangu Karanganyar. Sinar matahari yang masih bersinar terik menyorot tajam diantara pucuk-pucuk cemara.
            “ Aku takut hari-hari yang menyenangkan ini akan segera sirna dari hadapanku jika kekasih hatimu yang dulu kembali di sisimu Za.” Jelas Muslimah padaku.
            Aku terperanjat kaget baru tersadar kalau bayangan Nisa makin mengabur dari ingatanku. Haruskah aku merasa berdosa karena telah mengkhianati kesucian cinta Nisa demi seorang wanita yang begitu rapuh hidupnya.
            Tidak aku tidak mengkhianati Nisa, Aku akan merasa berdosa jika aku mebiarkan wanita sholeh ini menderita sendiri di dalam hidupnya. Aku hanya ingin memberinya kebahagiaan.
            “ Apa kamu yakin Nisa akan kembali kesini “ Tanyaku
            “ Aku dia bakal kembali ke sini. Bahkan ke dalam kehidupanmu. Hati wanita mana yang rela pujaan hatinya pergi begitu saja dari dalam kehidupannya. Apalagi cinta kalian telah terukir begitu lama. Hanya saja waktu telah menguji kalian. “ Air mata Muslimah mulai menetes perlahan dari matanya yang sayu.
            Kami pun berhenti melangkah. Ku tatap lekat mata Muslimah. Matanya yang bening sebening embun pagi mengingatkan aku pada Nisa. Dan kini aku kembali menyaksikan butiran kristal meluncur dari telaga Muslimah.
            “ Aku pasti tidak akan maafin kamu Za. Karena kamu telah masuk ke dalam hidupku. Aku sayang sama kamu. Dan aku tak tahu apa selama ini cintamu tulus padaku.” Bisik Muslimah sambil merebahkan kepalanya di dadaku.
Aku hanya terdiam. Aku tak tahu harus berkata apa. Memang cintaku kepada Muslimah cinta karna peduliku pada dirinya. Bukan cinta karna kesetiaan. Aku selama ini hanya tak tega melihat gadis se sholeh dia hidup sendiri tanpa sebuah cinta hanya karna rasa sakit yang dialaminya. Manusia macam apa aku ini. Cintaku yang tumbuh karna nafsu kini mengikis sudah kedalam rongga hidupku. Aku hanya bisa pasrah dalam menjalani hidup ini. Bagaimanapun aku akan selalu menjaga istriku ini. Sampai kapanpun meski ajal telah memisahkan kita berdua. Aku harus mulai melupakan Nisa. Dia bukan milikku.Dia hanya sebatas kenangan dalam catatan hatiku.
            Ku peluk erat Muslimah dan ku katakan padanya “ Aku tak akan meninggalkanmu.Aku akan selalu setia menjaga rasa cinta ini. “ Air mataku pun tak terbendungkan.
            Dalam perjalanan pulang keheningan menyergap kami berdua. Kubiarkan saja Muslimah terhanyut dalam pikirannya sendiri. Matahari hampir terbenam yang terlihat hanya sebuah bulatan yang berwarna kuning jingga indah menghias langit.

----------------**---------------

            Hari demi hari berlalu  dengan cepatnya. Aku bagaikan berlari mengejar waktu. Hingga kini hampir 3 tahun perjalanan cintaku bersama Muslimah. Dan 3 tahun pula kepergian Nisa ke Negeri Tulip. Tapi perasaan ini masih saja ada untuk Nisa.
            Sore ini seperti biasa aku menanti Muslimah di hutan pinus untuk melihat matahari terbenam. Kulirik arloji di tanganku, sudah 10 menit aku berdiri di tempat ini. Tapi Muslimah belum ada tanda-tanda kedatanganya. Dari jauh aku mendengar deruh mobil menuju kearahku. Dan memang benar sebuah mobil Baleno berwarna biru laut berhenti tepat di depanku. Sesaat sosok wanita turun dari mobil itu . Mataku terbelalak lebar, saat aku tau siapa wanita itu yang kini berdiri dihadapanku.
            Nisa...benarkah wanita yang kulihat itu adalah Nisa. Rasa tak percaya di dalam diriku. Mungkin ini hanya halusinasiku belaka. Saat wanita itu menyebut namaku aku baru percaya kalau ini memang nyata. Bukan halusinasi. Dulu ketika kita masih bersama seringkali kita menghabiskan waktu sore hari di hutan pinus ini hanya untuk melihat terbenamnya matahari. Dan sinilah kita berjanji untuk saling setia. Teringat kenangan itu membuat diri ini bersalah.
            “ Apa kabar Za. Setiap detik setiap menit aku selalu merindukanmu. Aku tak sabar menanti hari ini untuk bertemu denganmu. Apa kau masih ingat janji setia kita. Dan maaf akn aku selama ini tak kubalas kerinduanmu padaku. Aku hanya ingin tau seberapa besar rasa cintamu padaku. Apakah kamu bisa menjaga kesetiaan ini. “ Semburat kata-kata Nisa membuat aku tertegun tak berdaya. Apa yang akan terjadi jika dia tahu bahwa hati ini sudah ada yang menggantikannya.
            “ Ada apa Za. Kenapa kamu diam. Apa ada yang salah dengan kehadiranku.Apa aku sudah jauh berbeda dengan Nisa yang dulu. Apa kau marah padaku.” Kata-kata tajam meluncur dari bibir manisnya Nisa. Seakan dia mengintograsi diriku. Ada apa ini. Kok g ada senyum khas di wajahmu.
            Aku sulit untu berbicara. Bibir ini terkunci rapat. Dan kuncinya itu hilang entah kemana. Aku bingung.......Kenapa ini harus terjadi kembali. Ya Allah...Apa salah hamba.
            “ Apa kau benar-benar Nisa, yang aku rindukan dan ku nantikan selama bertahun-tahun. ? “ rasa tak percaya seakan masih menyelimuti diri ini.
            Nisa mengangguk pelan di iringin air mata yang membanjiri pipinya seakan menyakinkan aku kalau dia benar-benar wanita pujaanku.
            Di depan sana aku tak menyadari tatapanku. Ada air mata menetes dari sudut matanya. Perih kurasakan bagai menikam jantungku dan kini aku tersudut tak tau apa yang harus aku lakukan. Seandainya dulu aku tak merobohkan kesetiaanku untuk Nisa dan tidak memasukkan Muslimah kedalam kehidupanku, mungkin sekarang ini aku tak menambah deret luka di hati Nisa.
            “ Siapa dia Za ?” tanya Nisa penuh rasa penasaran mengenai gadis itu.
            Dia menanyaan siapa wanita itu yang bergaun putih di seberang sana. Aneh, Muslimah yang sedang kami perhatikan tak bergeming dari tempatnya berdiri. Wajah manisnya bagai sinar yang terpantul oleh sang Surya. Ada yang lain dengan Muslimah. Walaupun sekarang dia sudah ada didepanku tapi, kurasakan kehidupannya jauh dariku. Seakan desah nafasnya sudah tidak dapat kurasakan lagi.
            “ Kamu belum jawab pertanyaanku siapa dia Za.? Sambung Nisa.
            “ Muslimah.. Dia istriku...” Seakan tersambar petir ketika ku mengatakan ini pada Nisa.
            Aku beku ditempatku berdiri, mulutku seakan kelu, kata-kata yang akan aku ucapkan bagai tertelan api. Aku menatap mata Nisa ada guratan kegelisahan dan kekecewaan yang tergambar dari wajahnya.
            “ Maafkan aku Nis... memang aku bukan pria yang setia. Saat kerinduan di hatiku makin memuncak Muslimah datang menggoyahkan kesetiaannku. “
            “ Ku kira kau adalah laki-laki yang tegar menghadapi semua cobaan yang merintangi jalan kita tapi nyatanya kau sangat rapuh Za. “ Rasa kesal di dalam hatinya Nisa di luapkan.
            “ Aku memang tak setegar batu karang itu Nis. Aku rapu saat tak ada kabar beritamu tak kunjung datang. Aku rapuh saat kukira kau telah melupakanku.”
            Aku mengalihkan wajahku kearah matahari mencoba menyembunyikan air mataku.
            “ Maafin aku Za” desis  Nisa.
            Angin gunung kembali berhembus menggugurkan dedaunan menimpa kami berdua, menerbangkan asaku ketempat yang jauh.
            Dering ponsel di sakuku seakan menyadarkan lamunanku. Fauzi...ada sebersit tanya dihatiku karena Fauzi adalah kakak Muslimah, dan sudah lama sekali dia tidak pernah menelponku ada apa ya? Terbesit tanya di dalam hatiku.
            “ Halo ada apa Kak ...? “ Tanyaku penuh keheranan
            Begitu mendengar apa yang dikatakan Fauzi wajahku seakan tidak percaya kalau Muslimah telah meninggal. Kankernya kambuh dan 1 jam yang dia telah menghembuskan nafas terakhirnya, Aku masih tidak percaya dengan semua ini apakah ini mimpi ? Padahal sedetik aku melihatnya berdiri disini melihat guratan kesedihan di matanya, apakah yang kulihat tadi hanyalah rohnya, pantas kurasakan jiwanya begitu kosobng ternyata dia telah pergi dari dunia ini. Rasa bersalah begitu besar didalam diriku. Sebagai suaminya aku tidak berada disisinya di saat dia membutuhkanku. Aku nyesal tiada tergantikan. Rasa bersalah begitu luar biasa menggelayuti hidupku.
            “ Ada apa Za. Kenapa wajahmu pucat “ Tanya Nisa.
            “ Istriku Muslimah.......!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ? teriakku histeris, dan disaat ini aku ingin berlari sekencang-kencangnya mengejar angin tapi, semua itu tak mampu kulakukan. Aku terduduk dan tak mampu bangkit lagi. Kurasakan Nisa menyentuh bahuku, matanya memandang penuh tanya padaku.
            “ Apa yang terjadi pada istrimu Za ? “
            “ Muslimah meninggal Nis. Kankernya sudah medium akhir dan yang kita lihat tadi mungkin hanyalah rohnya. Kata Fauzi dia telah meninggal satu jam yang lalu. “
            Mata Nisa berkaca-kaca mungkin karena dia kasihan dengan apa yang terjadi pada Muslimah hingga air mata jatuh menajari pipinya.

-----------------**-----------------

            Pemakaman telah sepi hanya ada beberapa orang yang masih disana. Kudengar seseorang memanggilku, saat kumenoleh ternyata Fauzi, dia berjalan kearahku. Dari matanya terlihat kesedihan yang masih membekas.
            “ Sebelum meninggal Muslimah berkata padaku kalau dia sangat berterima kasih padamu Za karena selama ini kamu telah memberinya semangat untuk hidup. Dia juga minta maaf padamu Nis karena mencoba merebut Zakia dari sisimu. Kuharap kalian mau memaafkannya agar Muslimah bisa tenang di alamnya.” Kata Fauzi kakaknya Muslimah.
            Setelah berkata begitu Fauzi bergegas meninggalkan pemakaman. Aku memandangi pusara Muslimah yang masih basah, aku yakin dia telah tenang di alam barunya. Tapi, bayang-bayang Muslimah seakan masih lekat dihatiku. Bayang wajahnya saat tersenyum seakan terlihat jelas dari makamnya. Muslimah telah memberiku satu kesempatan untuk mengulangi lagi kesalahanku di masa lalu, kesalahan dengan menduakan Nisa.
            “ Terimakasih Nis...? “ batinku dalam hati. Kulirik wanita yang berdiri di sampingku itu.
            “ Aku sangat berterimakasih pada Muslimah ...Karena dia telah mengembalikan orang yang sangat aku cintai walaupun dia harus menebus semua ini dengan kematiannya dan aku bisa berterima kasih setulus hatiku Za.” Kata Nisa pelan
            “ Aku juga sama sepertimu Nis, karena Muslimah aku sadar kalau rasa kesepian bisa membuatku melakukan apa saja termasuk untuk menduakanmu tapi, sekarang aku akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan itu. “
            Kini cinta yang dulu telah hilang tumbuh kembali di antara kita. Di depan makan Muslimah kita menjalin janji untuk saling setia. Dan aku katakan pada Nisa satu hal yang selama ini aku nanti-nantikan.
            “ Nis...Ijinkan aku meminangmu.” Tegasku padanya.  
           
( Dalam Sebuah Catatan Hatiku : Agus Yulianto )





No comments:

Tulisan Disukai Pembaca

Mengulas Buku Fiksi Antologi Cerpen Amygdala

  Amygdala Sebuah Proses Kehidupan www.agusyulianto.com   Judul Buku : Antologi Cerpen FLP Jawa Tengah Amygdala Penulis : Rahman Hanifan, ...